LKPP Minta Pemda Prioritaskan Belanja APBD untuk Produk Dalam Negeri

Selasa, 12 Maret 2024 | 11:56


Bandung - Langkah-langkah optimalisasi penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) di sektor pengadaan barang/jasa pemerintah terus dilakukan. Langkah tersebut dilakukan di antaranya dengan mendorong prioritas belanja APBN/APBD dilakukan dengan konsolidasi dan katalog elektronik. Oleh karena itu, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) meminta khususnya kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memprioritaskan APBD untuk PDN sebagai suatu langkah guna mendukung perekonomian, memperkuat sektor industri, dan menciptakan lapangan kerja. Hal tersebut sejalan dengan Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setya Budi Arijanta dalam giat Optimalisasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Penggunaan Produk Dalam negeri, Konsolidasi dan Katalog Elektronik pada Kamis (7/3), yang mengatakan bahwa prioritas anggaran APBN/APBD untuk belanja PDN dan Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi (UMKK) akan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi di daerah. “LKPP seringkali menerima keluhan bahwa uang APBD masing-masing daerah masih banyak dinikmati oleh pengusaha non-daerah tersebut. Maka sebagaimana amanat Presiden RI Joko Widodo di dalam Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2022 bahwa setiap K/L/Pemda wajib membelanjakan APBN/APBD minimal 95 persen untuk PDN dan minimal 40 persen untuk belanja produk UMKK. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mendorong pemerataan ekonomi di daerah. Mengingat pengalaman krisis di tahun 1998 itu ternyata yang menyelamatkan ekonomi kita adalah UMKK,” kata Setya. Lebih lanjut, Direktur Advokasi Pemerintah Daerah LKPP, R. Fendy Dharma Saputra menyampaikan LKPP juga mendorong Pemda untuk memproses pengadaannya salah satunya melalui konsolidasi dan katalog elektronik. Ia berpendapat bahwa melalui Katalog Elektronik agar proses PBJ dapat dilakukan dengan lebih efisien baik dari sisi tenaga, waktu, maupun biaya. “LKPP telah memberikan kemudahan proses bisnis pengadaan barang/jasa lewat katalog elektronik sehingga proses pengadaan dapat dilakukan dengan lebih cepat, simple, efisien, harganya transparan, hasilnya transparan, tidak ada yang disembunyikan. Sejalan dengan itu, LKPP juga menugaskan pendamping (probity advisor) dan mendorong dibentuknya clearing house di seluruh K/L/Pemda agar dapat memberikan solusi terhadap isu atau permasalahan yang dihadapi oleh K/L/Pemda dalam peroses pengadaan barang/jasa tanpa harus ke LKPP,” ujar Fendy. Melihat manfaat yang besar terhadap perekonomian di Indonesia, Fendi mengatakan bahwa LKPP berharap agar nilai penggunaan PDN dan UMKK dalam belanja pemrintah dapat semakin meningkat setiap tahunnya. (nit)